Secara umum surat kuasa diatur dalam bab ke enambelas, buku III
KUH Perdata dan secara khusus diatur dalam hukum acara perdata HIR dan RBG.
Pemberian kuasa merupakan perjanjian sebagaimana secara jelas daitur dalam
pasal 1792 KUH Perdata yang berbunyi : Pemberian kuasa adalah suatu perstujuan
dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya,
untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Dari pengertian pemeberian kuasa dalam pasal 1792 KUHPerdata
tersebut dalam perjanjian pemberian kuasa terdapat dua pihak yaitu :
· Pemberi kuasa
(lastgever).
· Penerima
kuasa, yang diberi perintah atau mandat untuk melakukan sesuatu untuk dan atas
nama pemberi kuasa.
Pemberi kuasa melimpahkan perwakilan kepada penerima kuasa untuk
mengurus kepentingannya, sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam surat
kuasa.
Penerima kuasa berkuasa penuh bertindak mewakili pemberi kuasa
terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Pemberi kuasa bertanggungjawab atas segala perbuatan penerima
kuasa sepanjang perbuatan yang dilakukan tidak melebihi wewenang yang diberikan
pemberi kuasa.
Secara umum pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa tidak
bersifat imperative, apabila pemberi dan penerima kuasa menghendaki dapat
disepakati hal-hal yang tidak diatur dalam undang-undang, hal ini berkaitan
dengan hukum perjanjian hanya bersifat mengatur apapun yang disepakati kedua
belah pihak sepanjang tidak melanggar norma-norma yang bersipat larangan.
Pemberian kuasa kepada penerima kuasa dapat diberikan dan
diterima dalam suatu bentuk akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan
bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Namun dalam perkembangan
dinamika masyarakat yang demikian cepat untuk mengantisipasi segala kemungkinan
adanya sengketa dikemudian hari untuk keperluan pembuktian didepan
persidangan,pemberian kuasa dilakukan dengan akta umum atau akta autentik
atau setidak tidaknya dengan akta dibawah tangan, dan pemberian kuasa secara
lisan hampir tidak pernah dilakukan kecuali untuk hal-hal yang bersifat
sederhana. Pemberian kuasa juga bisa berlangsung secara diam-diam disimpulkan
dari pelaksanaan kuasa tersebut oleh sipenerima kuasa tersebut. Surat kuasa
umum tidak dapat digunakan untuk beracara didepan persidangan guna memperjuangkan
kepentingan para pihak yang bersengketa;
Pemberian kuasa kepada penerima kuasa dapat berakhir secara
sepihak yaitu: ditarik kembali oleh pemberi kuasa ,penerima kuasa melepas
kuasanya ,salah satu pihak meninggal dunia,salah satu pihak mengalami pailit.
1. KUASA KHUSUS.
Untuk beracara didepan pengadilan, penggugat maupun tergugat
wajib hadir sendiri dipersidangan, namun demikian jika para pihak
penggugat dan tergugat karena alasan agar tuntutan dalil gugatan dan bantahan
dari masing-masing pihak dapat dimaksimalkan dalam proses pembuktian,
diperkenankan menunjuk dan memberikan surat kuasa khusus kepada seorang advokat
untuk hadir mewakilinya dipersidangan. Surat kuasa tersebut sebagaimana diatur
dalam pasal 123 HIR/147 R.Bg ayat 3 telah ditentukan secara limitative bahwa
kuasa boleh dengan suatu akta notaris berarti dengan suatu akta autentik,
dengan akta yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri yang dalam wilayah
hukumnya orang yang memberikan kuasa itu bertempat tinggal atau sebenarnya
berdiam, boleh juga dengan akta dibawah tangan yang dilegalisir serta didaftar
menurut ordonansi dalam Stbl 1916 No.46.
Ketentuan pasal 123 HIR/147 R.Bg tersebut sangat pleksibel dan
memudahkan didalam praktek peradilan berkaitan dengan luasnya cakupan
wilayah Pengadilan, persebaran jumlah penduduk sampai kepelosok dengan
infrastruktur yang terbatas akan sangat menyulitkan bagi para pihak apabila
diwajibkan dalam pemberian kuasa khusus dengan akta autentik. Tidak disetiap
wilayah kompetensi Pengadilan Negeri ada Notaris dan juga belum semua wilayah
hukum Pengadilan Negeri ada advokat, atas dasar cakupan wilayah yang begitu
luas dan tingkat pendidikan yang masih rendah, HIR dan R.Bg yang diperuntukkan
bagi golongan warga pribumi tidak mewajibkan bagi para pihak yang bersengketa
untuk beracara dengan memberikan kuasa kepada advokat. Berbeda dengan RV yang
berlaku bagi golongan eropa dan timur asing diwajibkan untuk beracara dengan
memberikan kuasa khusus kepada seorang advokat.
Tentu menjadi sebuah pertanyaan mengapa dalam pemberian kuasa
kepada seorang advokat bentuk surat kuasanya bersifat khusus. Pemberian kuasa
untuk beracara dipersidangan dengan kuasa khusus berkaitan dengan sifatnya yang
khusus untuk menangani proses penyelesaian perkara baik yang bersifat sengketa
maupun bersifat volunteer dipersidangan pengadilan dengan persyaratan
kualifikasi keakhlian kusus bagi penerima kuasa, yang telah ditentukan secara
limitative dan menangani perkara tertentu yang telah ditunjuk dalam surat
kuasa;
2 . GUGATAN DAN JENIS-JENISNYA.
a. Gugatan Perdata biasa
Gugatan perdata biasa pada umumnya diajukan berkaitan dengan
peristiwa hukum adanya pelanggaran hak akibat dari tidak dilaksanakannya
prestasi yang timbul dari suatu perjanjian atau tidak dilaksanakannya suatu
kewajiban oleh pihak lainnya, adanya tindakan yang bersipat melawan hukum
mengakibatkan timbulnya kerugian, adanya budel harta warisan peninggalan
sipewaris yang belum dibagi dan dikuasai salah seorang ahli waris sehingga
merugikan ahli waris lainnya, gugatan kepemilikan benda bergerak dan tidak
bergerak disertai dengan permintaan penyerahan dan pengosongan karena dikuasai
oleh yang tidak berhak secara hukum.
Secara garis besarnya dalam praktik gugatan biasa yang diajukan
kedepan persidangan pengadilan negeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori
yaitu :
- Gugatan
Wanprestasi.
- Gugatan
Perbuatan Melawan Hukum.
- Gugatan
Budel Waris Yang belum dibagi.
- Gugatan
Perceraian.
- Gugatan
Harta Gono-Gini.
b. Gugatan Claas Action/Perwkilan.
Gugatan Kelompok (Class Action) menurut PERMA No.1 Tahun 2002
didefinisikan sebagai suatu tatacara atau prosedur pengajuan gugatan, dimana
satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya
sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang
memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan
antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Jadi gugatan Class Acction adalah suatu prosedur beracara
dalam proses perkara perdata biasa dan biasanya berkaitan dengan permintaan
injunction atau ganti kerugian, yang memberikan hak procedural kepada satu atau
beberapa orang untuk bertindak sebagai penggugat untuk memperjuangkan
kepentingan para penggugat itu sendiri, dan sekaligus mewakili kepentingan
ratusan,ribuan bahkan jutaan orang lainnya yang mengalami kesamaan penderitaan
atau kerugian.
Orang yang tampil dalam gugatan perwakilan kelompok atau class
action bisa lebih dari satu orang yang disebut sebagai wakil kelas (class
refresentative), sedangkan sejumlah orang banyak yang diwakilinya disebut
anggota kelas (class members), dua komponen ini merupakan pihak-pihak yang
mengalami kerugian atau sama-sama menjadi korban.
Dasar hukum yang mengatur gugatan Class Action terdapat
dalam beberapa undang-undang yaitu :
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Pasal 37 Undang-Undang No.23 tahun 1997 mengatur hak masyarakat
dan organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan perwakilan
maupun gugatan kelompok ke Pengadilan mengenai berbagai masalah lingkungan
hidup yang merugikan peri kehidupan masyarakat.
Pasal 37 UUPL No.23 tahun 1997 :
1. Masyarakat berhak mengajukan gugatan
perwakilan ke pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai
masalah lingkungan hidup yang merugikan peri kehidupan masyarakat.
2. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita
karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa
sehingga mempengaruhi kehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang
bertanggungjawab dibidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan
masyarakat.
3. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 daitur dengan Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Pasal 71 UU No.41 tahun 1999 :
Ayat 1 : Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwkilan ke
pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang
merugikan kehidupan masyarakat.
Ayat 2 : Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan hutan yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Dalam pasal 46 ayat 1 ditegaskan bahwa gugatan atas
pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :
a) Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli
waris yang bersangkutan.
b) Sekelompok konsumen yang mempunyai
kepentingan yang sama.
c) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat yang memenuhi syarat,yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang
dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan
didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan
perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
d) Pemerintah dan/atau instansi terkait
apabila barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan
kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit.
c. Gugatan Legal Standing.
Gugatan Legal Standing adalah pemberian hak gugat kepada LSM
tertentu oleh Undang-Undang sebagai pihak, untuk mewakili kepentingan tertentu
diantaranya adalah :
Pasal 46 ayat 1 huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, memberikan hak gugat(legal standing) kepada LPKSM yang
berbentuk badan hukum atau yayasan yang memenuhi syarat, didalam anggaran
dasarnya disebutkan dengan tegas tujuan didirikannya untuk perlindungan
konsumen dan telah melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
Pasal 38 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup
ditentukan, dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab pengelolaan linkungan hidup
sesuai dengan pola kemitraan , organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan
gugatan hanya terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
LSM Lingkungan Hidup yang berhak mengajukan gugatan harus memenuhi syarat
berbentu badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan
tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut untuk kepentingan
pelestarian fungsi lingkungan hidup,telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasarnya.
d . Gugatan Citizen Law Suit
Gugatan citizen law suit atau gugatan warga Negara terhadap
penyelenggara Negara tidak dikenal dalam system civil law yang diterapkan dan
dianut di Indonesia. Citizen lawa suit lahir di Negara-negara yang menganut
system hukum common law, dan pertama kali diterapkan berkaitan dengan hukum
lingkungan, dalam perkembangannya lebih lanjut sudah sering diterapkan dalam
berbagai bidang dimana Negara dianggap melakukan kelalaian dalam memenuhi hak
warga negaranya.
Citizen Law Suit pada intinya adalah mekanisme bagi warga Negara
untuk menggugat tanggungjawab Penyelenggara Negara atas kelalaian dalam
memenuhi hak-hak warga Negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai perbuatan
melawan hukum, sehingga gugatan citizen law suit diajukan pada lingkup
kewenangan peradilan umum. Atas kelalaian tersebut petitum gugatan, Negara
dihukum untuk mengeluarkan kebijakan yang bersifat mengatur umum(regeling) agar
kelalaian tersebut tidak terjadi lagi dikemudian hari.
MENGAJUKAN GUGATAN
Dalam praktek prosedur dan proses pengajuan surat gugatan sesuai
dengan ketentuan pasal 118 HIR /142 R.Bg :
1. Gugatan perdata yang dalam
tingkat pertama masuk wewenang Pengadilan Negeri, harus diajukan dengan surat
gugatan, yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh orang yang dikuasakan
menurut pasal 123HIR/147 R.Bg. Kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah
hukumnya terletak tempat tinggal tergugat atau jika tidak diketahui tempat
tinggalnya tempat tergugat sebenarnya berdiam.
2. Jika tergugat lebih dari
seorang, sedangkan mereka tidak tinggal didalam satu daerah hukum Pengadilan
Negeri, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat
tinggal salah seorang tergugat menurut pilihan penggugat. Kalau antara para
tergugat dalam hubungan satu dengan lainnya masing-masing sebagai pihak yang“berhutang”dan
pihak yang “menanggung”maka gugatan diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri tempat tinggal yang “berhutang”.
3. (HIR) Jika tempat tinggal
tergugat tidak diketahui, begitu pula sebenarnya ia berdiam tidak diketahui
atau kalau ia tidak dikenal, maka gugatan itu dajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat atau kalau gugatan
itu tentang benda tidak bergerak , maka gugatan diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terletak benda tidak
bergerak itu.
4 .(R.Bg) Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui,
begitu pula sebenarnya ia berdiam tidak diketahui atau kalau ia tidak dikenal,
maka gugatan itu diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat
atau salah seorang penggugat.
5 .Apabila ada suatu tempat tinggal yang dipilih
dan ditentukan bersama dalam suatu akta, maka penggugat kalau ia mau dapat
mengajukan gugatannya kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal yang telah dipilih itu.
6 .(R.Bg) Dalam hal gugatan tentang benda tidak bergerak,
maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah
hukumnya terletak benda bergerak itu. Jika benda tidak bergerak itu
terletak dalam beberapa daerah hukum Pengadilan Negeri, maka gugatan diajukan
kepada Ketua salah satu Pengadilan Negeri, menurut pilihan penggugat.
3 .M E D I A S I.
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator. Prosedur mediasi diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 yang mewajibkan
setiap perkara gugatan yang diajukan ke Pengadilan pada saat sidang pertama
yang dihadiri kedua belah pihak penggugat dan tergugat untuk menempuh upaya damai
melalui mediator.
Jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi melalui
mediator selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari atas permintaan
para pihak . Mediator dapat dipilih oleh para pihak dari daftar mediator yang
telah bersertifikasi dan memilih tempat pertemuan diluar gedung Pengadilan
Negeri sesuai kesepakatan atas biaya para pihak. Apabila tidak ada mediator
bersertifikasi diluar Pengadilan Negeri, para pihak dapat memilih mediator di
Pengadilan Negeri yang telah ditunjuk dan sesuai ketentuan PERMA No.1 Tahun
2008 dapat dipilih salah satu hakim anggota majelis sesuai kesepakatan para
pihak.
Apabila tercapai kesepakan perdamaian maka kedua belah pihak
dapat mengajukan rancangan draf perdamaian yang nantinya disetujui dan ditanda
tangani keduabelah pihak untuk dibuatkan akta perdamaian yang mengikat
keduabelah pihak untuk mematuhinya dan melaksanakannya. Jika dalam proses
mediasi para pihak diwakili kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secra
tertulis perstujuan atas kesepakatan yang dicapai. Dan sengketa keduabelah
pihak berakhir dengan perdamaian. Sebaliknya jika mediator tidak berhasil
mencapai kesepakatan damai bagi kedua belah pihak,maka sidang dilanjutkan
dengan membacakan gugatan,jawaban,replik duplik,pembuktian,kesimpulan dan
putusan. Walaupun mediator tidak berhasil mendamaikan para pihak , dalam proses
pemeriksaan perkara selanjutnya Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan para
pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai sesuai ketentuan pasal
130 HIR.
Jenis perkara yang dimediasi adalah semua perkara gugatan wajib
terlebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan mediator,
terkecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan
niaga,pengadilan hubungan industrial,keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Para pihak atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya
perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding,kasasi,atau
peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat
banding,kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.
4 .SIDANG LANJUTAN DALAM HAL PERDAMAIAN TIDAK TERCAPAI DENGAN
KEMUNGKINAN TERGUGAT TIDAK HADIR.
a) Sidang tanpa kehadiran tergugat
Pada hari persidangan yang telah ditetapkan ternyata tergugat
atau para tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil
dengan patut dan sah, tidak juga menunjuk seorang kuasa untuk hadir
mewakilinya, maka sidang dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan tanpa
kehadiran tergugat dengan terlebih dahulu menanyakan kepada penggugat apakah
ada perubahan terhadap gugatannya atau tetap pada gugatan yang telah
diajukannya tersebut.
b) Pembuatan akta bukti dan acara pembuktian
Karena tergugat tidak hadir dipersidangan meskipun telah
dipanggil dengan patut dan sah maka tergugat dianggap tidak menggunakan
hak-haknya untuk menjawab atau membantah semua dalil-dalil gugatan
penggugat,otomatis proses penyelesaian perkara berjalan sepihak tidak ada
jawab-jinawab, replik-duplik, dan langsung pada acara pembuktian berupa
pengajuan bukti-bukti surat berupa foto copy dicocokkan dengan aslinya,
dibubuhi meterai cukup diberi tanda sesuai jumlah surat bukti yang diajukan
misalnya P1 s/d P10,selain bukti berupa surat dapat diajukan bukti saksi dan
ahli sesuai kebutuhan untuk membuktikan posita gugatan penggugat.
c) Putusan Verstek
Pasal 125 HIR/149 R.Bg apabila pada hari persidang yang telah
ditentukan, tergugat tidak hadir dan pula ia tidak menyuruh orang lain untuk
hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil dengan patut maka gugatan
itu diterima dengan putusan tak hadir(verstek), kecuali kalau ternyata bagi
Pengadilan Negeri bahwa gugatan tersebut melwan hak atau tidak beralasan.
Jika gugatan diterima ,maka atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri diberitahukan isi putusan itu kepada tergugat yang dikalahkan dan
diterangkan kepadanya bahwa tergugat berhak mengajukan perlawanan
(verzet) dalam tempo 14 hari setelah menerima pemberitahuan. Jika putusan itu
tidak diberitahukan kepada tergugat sendiri,perlawanan masih diterima sampai
pada hari ke 8 sesudah peneguran (anmaning) seperti yang tersebut dalam pasal
196 HIR/207 R.Bg atau dalam hal tidak hadir sesudah dipanggil dengan patut,
sampai pada hari ke 14 (R.Bg) dan hari ke 8(HIR) sesudah dijalankan surat
perintah seperti tersebut dalam pasal 208 R.Bg/197 HiR. Jika telah dijatuhkan
putusan verstek untuk kedua kalinya,maka perlwanan selanjutnya yang diajukan
oleh tergugat tidak dapat diterima.
5 . PERSIDANGAN DENGAN DIHADIRI PARA PIHAK
Dengan tidak tercapainya perdamaian melalui mediasi, persidangan
dilanjutkan dengan pembacaan gugatan dan tergugat ataupun turut tergugat
mengajukan jawaban yang isinya dapat berupa :
Ø Tuntutan Provisionil.
Ø Eksepsi atau tangkisan.
Ø Jawaban mengenai pokok perkara.
Ø Gugatan rekonpensi
Ø Permohonan petitum putusan.
Eksepsi atau tangkisan mengenai kompetensi kewenangan nisbi
harus diajukan segera pada permulaan persidangan dan tidak akan diperhatikan
kalau tergugat telah menjawab pokok perkaranya. Untuk eksepsi kompetensi
kewenangan absolute dapat diajukan setiap saat dalam pemeriksaan perkara itu
dan Pengadilan Negeri karena jabatannya harus pula menyatakan bahwa tidak
berwenang mengadili perkara itu.
Setelah tergugat mengajukan jawabannya selanjutnya replik
duplik, hakim akan meneliti secara seksama apabila diajukan eksepsi tentang
kewenangan mengadili yang bersifat nisbi atau absolute, akan terlebih dahulu
diputus dengan putusan sela sebelum memeriksa pokok perkaranya. Apabila eksepsi
tersebut beralasan hukum dan Pengadilan Negeri menyatakan tidak berwenang
mengadili maka pemeriksaan pokok perkaranya tidak dilanjutkan dan gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima, sebaliknya jika eksepsi tidak beralasan hukum
dan ditolak maka pemeriksaan pokok perkara dilanjutkan dengan pembuktian baik
bukti saksi maupun bukti surat.
Seluruh proses jawab-jinawab,replik,duplik dan pembuktian
selesai maka para pihak mengajukan kesimpulan dan akhirnya mohon putusan. Jika
penggugat mampu membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya maka gugatan
penggugat dikabulkan seluruhnya dan apabila terbukti sebagian, gugatan
dikabulkan sebagian dan menolak gugatan selain dan selebihnya. Sebaliknya jika
tergugat mampu mematahkan dalil-dalil gugatan penggugat maka gugatan dinyatakan
ditolak seluruhnya, demikian pula apabila dalil-dalil gugatan kabur dan secara
formil tidak memenuhi syarat maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.