Salam Perlindungan Konsumen...... karena
banyaknya pertanyaan yang masuk ke Kantor Lembaga Perlindungan Konsumen
LPKSM-YKM Pemalang tentang apa to Surat Kuasa Khusus dan Surat Kuasa Umum serta
ciri-cirinya??
Baik melalui media ini ijinkan saya memohon
maaf kepada saudaraku yang lebih mengerti tentang surat kuasa dan ciri-cirinya, namun karena sudah menjadi
tugas dan kewajiban LPKSM untuk melakukan pendidikan kepada konsumen atau
masyarakat, maka ijinkan saya untuk menjelaskan masalah ini.
Surat kuasa adalah surat yang berisi pelimpahan wewenang dari seseorang
atau pejabat tertentu kepada seseorang atau pejabat lain. Pelimpahan wewenang
dapat mewakili pihak yang memberi wewenang.
Ketentuan mengenai pemberian kuasa secara tersirat dapat kita temui dalam Pasal
1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer").
Pemberian kuasa ini dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum,
dengan surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari
pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa (lihat Pasal 1793 KUHPer).
Pemberian kuasa ini dapat dilakukan secara khusus,
yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau
secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi
kuasa (lihat Pasal 1795 KUHPer). Dan untuk tujuan
pemberian kuasa tersebut, pemberi kuasa dapat memberikan surat kuasa
(tertulis), antara lain:
a. Surat Kuasa Khusus
Surat kuasa khusus adalah
pemberian kuasa yang dilakukan hanya untuk satu kepentingan tertentu atau lebih
(lihat Pasal 1975 KUHPer). Dalam surat kuasa khusus, di dalamnya dijelaskan
tindakan-tindakan apa saja yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa. Jadi,
karena ada tindakan-tindakan yang dirinci dalam surat kuasa
tersebut, maka surat kuasa tersebut menjadi surat kuasa khusus.
b. Surat Kuasa Umum
Surat kuasa umum,
berdasarkan Pasal 1796 KUHPer, dinyatakan bahwa pemberian
kuasa yang dirumuskan dengan kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan
pengurusan. Sehingga, surat kuasa umum hanya boleh berlaku untuk
perbuatan-perbuatan pengurusan saja. Sedangkan, untuk memindahtangankan
benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya boleh dilakukan oleh
pemilik, tidak diperkenankan pemberian kuasa dengan surat kuasa umum, melainkan
harus dengan surat kuasa khusus.
Keabsahan Surat Kuasa
Apakah Surat Kuasa tetap sah walaupun hanya ditandatangani pemberi kuasa
saja, sedangkan penerima kuasa tidak membubuhkan tanda tangan dalam Surat Kuasa?
Perjanjian pemberian kuasa, menurut pasal 1792 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUHPer”), adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya
menyelenggarakan suatu urusan.
Terkait pertanyaan di atas maka kita perlu merujuk pula pada pasal
1793 ayat (1) KUHPer yang menyatakan bahwa kuasa dapat diberikan dan
diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan
dalam sepucuk surat atau pun dengan lisan. Jadi, pemberian kuasa tidak harus
dibuat secara tertulis, tapi juga bisa secara lisan.
Jadi, berdasarkan hal-hal di atas maka surat kuasa tetap sah jika tidak
ditandatangani oleh penerima kuasa karena tidak ada ketentuan hukum yang
mewajibkan hal tersebut. Bahkan penerimaan suatu kuasa, menurut pasal
1793 ayat (2) KUHPer, dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan
dari pelaksanaan kuasa itu oleh si (penerima) kuasa.
Memang dalam praktiknya, kekurangan, ketidaktepatan dan kesalahan dalam
pembuatan surat kuasa tidak dapat dihindari. Namun, perlu digarisbawahi bahwa
penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui yang dikuasakan
kepadanya (lihat Pasal 1797 KUHPer).
Tapi, dalam praktik di lingkungan pengadilan, sebagian hakim berpendapat
bahwa selain ditandatangani pemberi kuasa, surat kuasa harus ditandatangani
pula oleh penerima kuasa. Pendapat ini menyatakan, sebagai suatu perjanjian
maka kedua belah pihak (pemberi dan penerima kuasa) harus menandatangani surat
kuasa.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)