Warta Pemalang, Kantor balai Desa Nyamplungsari menjadi ajang
perselisihan sengit,antara warga penggarap dengan Kepala Desa Jumat (3/02/2017)
yang lalu terkait hak garap mereka yang telah di dholimi pihak Kades dan
pengembang. Yang menururut keterangan salah satu warga, (mbah Tunut) sebelumnya
mereka mendapat undangan dari Kades, Suja'i yang isinya untuk menyaksikan
pengukuran tanah. tuturnya kepada Warta Pemalang.
Kejadian bermula dengan adanya pengukuran di atas tanah yang
mereka garap, oleh rombongan pengembang, termasuk H.Rois dan tim BPN
serta tim keamanan.
Hari itu mereka tiba bersama petugas BPN dan satuan keamanan
(Dalmas) polres pemalang, dengan maksud akan mengukur dan memperluas area berikutnya,
Berdasarkan informasi yang dihimpun Warta Pemalang, dan ketererangan
Kades Suja'I, bahwa kedatangan mereka kesini, akan melakukan pengukuran kembali
tanah berikutnya yang masih di tanami warga penggarap, dan demi keamanan proses
pengukuran, mereka menyertakan tim keamananan.
Aneh!! kalau prosesnya sesuai prosedur, kenapa mesti libatkan
dan bawa keamanan,
Dalam hal ini" menurut wartapemalang sebuah kekeliuruan,
mereka hanya mendengar keterangan sepihak, sementara kedua belah pihak yang
bersengketa sama-sama berpedoman pada haknya masing-masing. Dipihak pengembang
mereka berpedoman pada Sertifikat hak atas tanah yang dimilikinya. Sementara pihak
penggarap merasa dan berpedoman bahwa mereka adalah “Penggarap yang Legal”
dengan membayar pajak sesuai SPPT yang
dikeluarkan Pemerintah.
Mestinya permasalahan ini diselesaikan dengan bijak duduk
bersama dengan kepala dingin. Jangan ada tekanan, hingga terjadi seakan
memaksakan kehendak.
Namun sangat disayangkan, mereka lupa, telah mengabaikan hak
kehidupan para penggarap. dan ini jelas menyimpang dari Pancasila sila ke (5) “Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Penggarap yang selama ini berjuang (Truko) sejak nenek moyang
terdahulu, kini harus mau di perdaya oleh mereka yang lagi berkuasa.
dianataranya, orang yang di jadikan kepala Desa terpilih. Ini menurut pengakuan
mbah Tunut (76) selaku yang di tuakan oleh warga lainya. Mengatakan di hadapan
para polisi di tengah kerumunan warga, di pendopo balai Desa:” kalau balai desa
ini kami yang berjuang, yang membangun, kami warga disini turut berjuang demi
pemekaran dapat tercapai, akan tetapi pak lurah tidak menghargai saya dan kita
semua. itu pak lurah sama sekai tidak berpihak terhadap rakyatnya situasi
adanya kasus in”.
.
Masyarakat menduga kalau kades (Cs),, sudah berkerjasama dengan
pengembang.terkait tanah seluas kurang lebih (6,Ha) yang selama ini menjadi
obyek permasalahan, warga vs kades juga pengembang, yàng konon katanya adalah H.Rois.
Mengapa atas tanah yang sama diterbitkan:
- 1. Sertifikat hak atas tanah yang kini dimiliki Pengembang.
- 2. SPPT atas nama warga untuk tanah tersebut
Tentu ada kesalahan prosedur masa lalu yang harus di benahi dan
ditindaklanjuti secara bijak. Semua tentu tidak ingin dirugikan.
Diakhir bincang-bincang denag tim Wrta Pemalang, mbah Tunut (76) mengatakan, atas nama warga
lainnya sepakat, akhirnya lebih baik bartahan dan menginginkan tanah tersebut
kembali sebagai Tanah Negara (TN) daripada terus dijadikan obyek sengketa.
Agar tidak terkesan memaksakan kehendak atas transaksi yang
tidak berujung. (tim WP)